Bekerja Sama yang Disepakati Saling Memperingatkan yang Diperselisihkan
SALING BEKERJA SAMA DI DALAM PERKARA YANG DISEPAKATI DAN SALING MEMPERINGATKAN DI DALAM PERKARA YANG DIPERSELISIHKAN
Oleh
Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz
Berkata Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Bazz –rahimahullahu- di dalam Majmu’ Fatawa III/58-59 mengomentari kaidah ‘saling bekerjasama dalam perkara yang disepakati dan saling memaklumi terhadap perkara yang diperselisihkan sebagai berikut :
“Na’am, wajib atas kita saling menolong terhadap perkara-perkara yang kita bersepakat di atasnya dalam rangka membela kebenaran dan berdakwah kepada al-Haq, dan mentahdzir dari perkara-perkara yang Allah dan Rasul-Nya melarangnya. Adapun saling memaklumi terhadap perkara yang kita perselisihkan antara satu dengan lainnya, maka tidaklah (dimaklumi) secara mutlak, namun memerlukan perincian, seperti pada perkara-perkara ijtihadi yang tersembunyi (samar) dalilnya, maka tidak boleh mengingkari antara satu dengan lainnya (dalam perkara ijtihadi ini, pent).
Adapun perkara yang menyelisihi nash al-Kitab dan as-Sunnah, maka wajib mengingkari orang yang mengingkari nash tersebut dengan cara yang hikmah, nasehat yang baik dan berdebat dengan cara yang baik, sebagai pengejawantahan firman Allah Ta’ala :
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Saling tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketakwaan dan janganlah kamu saling tolong menolong dalam permusuhan dan dosa.”[Al-Maidah/5:2]
dan Firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala.
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Orang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan, adalah penolong satu dengan lainnya, dan beramar ma’ruf nahi munkar.” [At-Taubah/9:71]
Dan firman-Nya Azza wa jalla.
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ
“Serulah mereka ke jalan tuhanmu dengan hikmah, pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang baik” [An-Nahl/16 : 125]
Dan sabda Nabi-Nya.
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ
“Barangsiapa diantara kalian yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka hendaklah dengan hatinya, dan inilah selemah-lemah iman.”
Dan sabdanya pula.
“Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan maka baginya balasan yang serupa dengan pelakunya”.
Kedua hadits ini dikeluarkan oleh Muslim dalam shahihnya. Ayat-ayat dan hadits-hadits tentang perkara ini adalah banyak.”
(Majmu’ Fatawa III/58-59)
Oleh
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin
Berkata Syaikh al-Allamah Faqihuz zaman Muhammad bin Sholih al-Utsaimin –rahimahullahu- dalam ash-Showah Islamiyyah Dhowabith wa Taujiihat (I/218-219) yang dikumpulkan oleh Syaikh Ali Abu Luzz sebagai berikut :
“Ucapan mereka, ‘kita bersatu dalam perkara yang disepakati’ maka ucapan ini adalah ucapan yang benar. Adapun ucapan (setelahnya -pent), ‘dan kita saling memaklumi terhadap perkara-perkara yang kita perselisihkan’, maka ucapan ini memerlukan perincian.
Jika (perselisihan ini -pent) terjadi pada perkara yang memang dibolehkan ijtihad di dalamnya (bersifat ijtihadi -pent) maka kita saling memaklumi antara satu dengan lainnya dan kita tidak boleh saling berselisih hati (membenci -pent) terhadap perselisihan macam ini.
Adapun dalam perkara yang tidak diperbolehkan ijtihad di dalamnya, maka kita tidak saling memaklumi terhadap perselisihan macam ini di dalamnya, dan wajib bagi kita tunduk kepada kebenaran.
Pernyataan yang pertama (saling bekerjasama dalam perkara yang disepakati -pent) adalah ungkapan yang benar, adapun pernyataan yang kedua (saling memakumi terhadap perkara yang diperselisihkan -pent) adalah memerlukan perincian (sebagaimana di atas -pent).
(Ash-Showah Islamiyyah Dhowabith wa Taujiihat (I/218-219) yang dikumpulkan oleh Syaikh Ali Abu Luzz)
[Dialih bahasakan oleh Abu Salma dari kitab Zajrul Mutahaawin bidharari qooidah al-Ma’dzurah wat Ta’awun karya asy-Syaikh Hamd bin Ibrahim al-Utsman hal 128-129]